Jumat, 16 September 2011

Penilaian Arsip Part II

Nilai sekunder terdiri dari nilai evidensial dan nilai informasional
(a) Nilaiguna Kebuktian (Evidensial)
Nilai evidensial merupakan bukti-bukti terciptanya arsip sebagai prestasi intelektual instansi yang bersangkutan, yaitu dimana arsip tersebut tercipta. Arsip mempunyai nilaiguna kebuktian apabila mengandung fakta dan keterangan yang dapat digunakan untuk menjelaskan tentang bagaimana lembaga/instansi itu diciptakan, dikembangkan, diatur, fungsi&kegiatan yang dilaksanakan serta hasil/akibat dari kegiatannya itu. Arsip-arsip semacam ini diperlukan bagi pemerintah karena dapat digunakan sebagai panduan untuk menyelesaikan masalah-masalah yang serupa dan bagi mereka yang berminat di bidang administrasi negara. Karakteristik evidensial meliputi pengorganisasian dan fungsi dari lembaga pencipta arsip, yang dapat ditentukan dengan analisa struktur administrasi, fungsi organisasi, aktivitas dan bukti transaksi
Tiga hal yang perlu diketahui dalam nilai evidensial adalah:
  1. Posisi instansi dalam hirarki administrasi organisasi
  2. Fungsi yang dijalankan organisasi
  3. Kegiatan yang dilaksanakan menurut fungsi
(b) Nilaiguna Informasional
Arsip memiliki nilai informasional maksudnya arsip tersebut berisi informasi yang tidak hanya digunakan untuk orang atau lembaga yang menciptakan namun juga untuk peneliti dari berbagai disiplin ilmu serta kesejarahan. Arsip nilai informasional berhubungan dengan informasi yang dihasilkan oleh organisasi terutama yang berkaitan dengan orang, tempat, benda dan phenomena.  Arsip tidak selalu hanya memiliki nilaiguna tunggal, tetapi dapat juga memiliki nilaiguna ganda. Pada arsip yang mempunyai nilaiguna ganda, apabila nilaiguna yang satu berakhir masih berlaku nilaiguna yang lain. Kegunaan yang ganda ini menentukan pula nilai arsip sehubungan dengan jangka waktu penyimpanan/retensinya.
Proyek penilaian terbaru dilakukan oleh Algemeen Rijksarchief (State Archives) di Nederland. Proyek tersebut disebut PIVOT yaitu Project Invoering Verkorting Overbrengings Ternijn. Proyek tersebut mengaplikasikan metode seleksi yang baru yaitu dengan menggunakan seleksi macro (Seleksi pada dokumen pemerintah dan dan non seleksi pada setiap series arsip dinamis. (ARA, 1991: 3)


A.               Tahap-Tahap Penilaian
1.      Cermati unit-unit kerja dalam struktur organisasi
2.      Cermati butir-butir fungsi pada masing-masing unit kerja
3.      Konversikan setiap butir fungsi kedlam pokok masalah yang mendasari seri arsip. Fungsi sama mencerminkan seri yang sama. Contoh: Seri pengawasan antara Dit. Asia dengan Dit Eropa.
4.      Cermati jenis-jenis kegiatan dalam setiap butir fungsi untuk menentukan pengelompokan informasi pada tingkat kegiatan yang tercermin dalam berkas/file
5.      Cermati jenis-jenis transaksi untuk setiap kegiatan guna menentukan pengelompokan informasi yang tercermin dalam folder atau naskah.
6.      Himpun folder atau naskah secara berkala dari kegiatan yang sama dalam berkas, dan himpunan berkas dari kegiatan dalam butir fungsi yang sama ke dalam seri arsip
7.      Lakukan penilaian setiap seri dari aspek fungsi, hukum, kontekstual dan fisik. 
Penilaian arsip dilakukan berdasarkan:
  1. Asas penilaian
a.       Penilaian dari aspek fisik
a) Kepentingan ekonomis, agar pemeliharaan arsip yang ada dapat dikelola dengan biaya serendah mungkin dengan informasi selengkap mungkin.
b)  Faktor keunikan, seperti usia, isi, kata-kata, tanda tangan, cap stempel. Tujuannya adalah untuk menentukan apakah suatu arsip memiliki karakteristik/kekhasan sehingga perlu dilestarikan. Kekhasan dapat dilihat dari segi seni atau artistik, performance (tampilan) dan bahan (material yang digunakan).
b. Penilaian dari aspek fungsi untuk menentukan apakah suatu arsip masih diperlukan untuk kepentingan-kepentingan tertentu, misal : kepentingan operasional instansi, kepentingan penyeselesaian perkara, atau kepentingan pengawasan dan pelestarian budaya.
c. Aspek substansi informasi digunakan untuk menentukan apakah kualitas informasi itu harus dimusnahkan atau harus dilestarikan. Informasi arsip yang perlu dilestarikan adalah informasi mengenai kebijakan-kebijakan strategis, prestasi intelektual, prestasi bersejarah, dan informasi khusus yang berskala nasional.
  1. Asas pendekatan
Didasarkan pada pemikiran bahwa:
a.  Arsip tercipta hanya apabila suatu fungsi instansi atau organisasi itu berjalan, artinya arsip tidak dengan sengaja diciptakan tapi tercipta dengan sendirinya sebagai rekaman informasi penyelesaian kegiatan.
b.  Arsip disimpan untuk digunakan artinya yang perlu disimpan hanyalah arsip yang memiliki nilai guna, disimpan di lembaga pencipta apabila arsip memiliki nilai guna primer atau operasional bagi instansi pencipta dan disimpan di lembaga kearsipan apabila hanya memiliki nilai guna sekunder.
c.  Arsip adalah endapan informasi terekam yang belum atau tidak dipublikasikan (unpublished recorded information), artinya yang disebut arsip adalah informasi terekam yang belum atau tidak dipublikasikan sehingga pengaturannya harus dipisahkan dari dokumen yang telah diterbitkan (buku dll) yang semuanya itu merupakan produk pustaka. Sebagai endapan informasi terekam hanya dibutuhkan 1 lembar arsip asli atau copy sehingga hasil penggandaan dari naskah yang secara umum disebut duplikat harus dimusnahkan.
Sebenarnya pendekatan dalam penyusutan arsip menyangkut kegiatan pengelompokan arsip dalam unit-unit informasi secara berjenjang agar dapat dilakukan penilaian dari aspek fisik, fungsi dan kualitas informasi. Pendekatan yang seperti ini disebut pendekatan fungsional, artinya melakukan pengelompokan arsip atas dasar fungsi yang ada pada unit kerja dalam struktur organisasi atau instansi lembaga yang bersangkutan..
  1. Aspek teknik
Aspek pengelompokan arsip pertama kali berdasarkan
b.      Lembaga pencipta (fond)
c.       Fungsi unit kerja (seri arsip)
d.      Kegiatan dalam fungsi (file atau berkas)
B.               Penentuan Nilai Guna Arsip
Penentuan nilaiguna arsip adalah suatu proses penilaian arsip untuk menentukan jangka waktu penyimpanan/retensi arsip yang didasarkan atas pengkajian terhadap isi arsip, penataannya dan hubungannya dengan arsip-arsip lainnya. Isi arsip atau informasi yang terkandung dalam arsip merupakan unsur yang paling menentukan dalam penilaian arsip, sedangkan penataan arsip dapat memudahkan/membantu dalam menentukan jangka waktu penyimpanan/retensi arsip.
Tatanan arsip berupa berkas yang disusun atas dasar kesamaan urusan atau kegiatan (dosir) umurnnya mempunyai jangka waktu penyimpanan/retensi yang lebih lama dari pada berkas-berkas yang disusun berdasarkan kesamaan jenis (seri) atau kesamaan masalah (rubrik). Telaah terhadap hubungan suatu arsip dengan arsip-arsip yang lain juga diperlukan, karena kegunaan suatu arsip seringkali sukar untuk dinilai apabila tidak dikaitkan/dihubungkan dengan arsip lainnya. Hendaknya selalu diingat bahwa arsip tidak dapat dinilai secara terlepas , dan/atau
dipisahkan dari konteks administrasi dari organisasi/instansi penciptanya. Penilaian harus didasarkan atas suatu analisa yang seksama dan luas tentang semua arsip yang dihasilkan/diciptakan oleh lembaga/instansi itu dan tentang hubungannya dengan arsip-arsip lainnya. Oleh karena itu perlu dilakukan pendaftaran arsip dan dibuat suatu Daftar Arsip. Dalam daftar ini yang didaftar bukan berupa lembaran (item) ataupun berkas-berkas arsip, melainkan kelompok berkas arsip (series).
E. Pembuatan Daftar Arsip
a. Bagi instansi yang belum menata arsipnya atas dasar tata berkas, maka sebelum membuat Daftar Arsip terlebih dahulu harus membuat daftar pertelaan dari setiap berkas arsip (Daftar Pertelaan Arsip). Pembuatan Daftar Pertelaan Arsip ini hendaknya dilaksanakan berdasarkan petunjuk sebagaimana yang telah ditentukan dalam Surat Edaran Kepala Arsip Nasional, nomor SE/01/1981 Bab III, huruf B, angka 2a butir (3) dan (6) atau angka 2b. Atas dasar Daftar Pertelaan Arsip itu lalu diadakan pengelompokan berkas dan baru dibuat Daftar Arsip, yaitu daftar dari kelompok berkas.
b. Bagi instansi yang sudah melaksanakan tata-berkas dengan baik, untuk membuat Daftar Arsip tidak perlu melalui tahap pembuatan daftar pertelaan berkas arsip, melainkan dengan melakukan uji-petik (sampling) terhadap berkas-berkas yang tersimpan di Unit-unit Pengolah. Hal ini dikarenakan arsip-arsipnya sudah disusun berdasarkan sistem pengelompokan (klasifikasi) tertentu, sehingga cukup dengan uji-petik sudah memungkinkan untuk membuat Daftar Arsip yang diperlukan.
F. Analisa Arsip
Arsip baru dapat dinilai setelah dianalisa dan analisa terhadap arsip dilakukan melalui Daftar Pertelaan Arsip atau uji-petik. Daftar Arsip dilaksanakan oleh suatu panitia yang terdiri dari pejabat-pejabat Unit Pengolah dan Unit Kearsipan. Dari hasil analisa ini dapat ditentukan nilaiguna arsip dan jangka waktu penyimpanan /retensinya, yang kemudian dapat dituangkan ke dalam suatu Rancangan Jadwal Retensi Arsip. Menurut penjelasan PP 34 tahun 1979 pasal 4 dan 5, yang dimaksud dengan JRA adalah daftar yang berisi tentang jangka waktu penyimpanan arsip yang dipergunakan sebagai pedoman penyusutan arsip. Disana juga dijelaskan bahwa penentuan jangka simpan arsip ditentukan atas dasar nilai kegunaan suatu berkas dan untuk menjaga objektifitas dalam menentukan nilai guna maka JRA disusun oleh panitia yang terdiri dari para pejabat yang benar-benar memahami kearsipan, fungsi, dan kegiatan instansinya masing-masing. Dalam melaksanakan tugasnya, panitia perlu mendengar pertimbangan BPK sepanjang menyangkut masalh keuangan dan kepala badan administrasi kepegawaian negara sepanjang masalah kepegawaian.


PENGELOLAAN ARSIP DI ERA REVOLUSI INDUSTRI 4.0     Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa Revolusi Industri 4.0 merupakan fenomena yang meng...